Perwakilan Pimpinan SP/SB Mengawal Jalannya Rapat |
Semarang | Mediafspkep. Bertempat di Ruang Rapat Pulang Pisau, Gedung B Lantai 4 Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pahlawan No. 16 Semarang, Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah menyelenggarakan Rapat Pleno pada Rabu 20 November 2024. Rapat tersebut dihadiri 18 orang dari 23 anggota membahas masukan dari masing-masing unsur terkait penetapan Upah Minimum Tahun 2025 paska Putusan MK No. 168/PUU-XX|/2023.
Rapat ini juga sebagai kelanjutan dari pertemuan antara Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) dengan Pj. Gubernur Jawa Tengah Nana Sudjana (15 November).
Pratomo Hadiwinata Anggota Dewan Pengupahan Dari Unsur SP/SB Menyampaikan Hasil Rapat |
Pratomo Hadinata, S.E. anggota dari unsure SP/SB menyampaikan bahwa Jawa Tengah sejatinya belum tercapai KHL dikarenakan penerapan regulasi pengupahan selama ini tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Dia juga menegaskan Pemerintah dan Apindo harus mematuhi Putusan MK dan tidak lagi menggunakan formula penetapan sebagaimana PP N. 51 Tahun 2023 yang telah dinyatakan tidak berlaku dengan terbirnya Putusan MK tersebut. Dia juga menyampaikan harapan buruh terbitnya Upah Sektoral di Jawa Tengah sebelumnya sudah ada tetapi dicabut oleh Ganjar Pranowo Gubernur periode 2019 – 2024.
Dalam rapat pleno tersebut unsur SP/SB sepakat mengusulkan 9 poin terkait penetapan Upah Minimum Tahun 2025:
1. Pemerintah harus Mematuhi Keputusan MK No. 168/PUU-XX|/2023 dan melaksanakan dengan sepenuhnya Amar Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023;
2. Upah Minimum harus Mencapai Kebutuhan Hidup Layak dan tidak menggunakan PP 51 Tahun 2023;
3. Menolak Usulan Pemerintah yang disampaikan Menteri Tenaga Kerja tentang pengelompokan nilai indeks tertentu dalam dua kelompok yaitu :
a. Upah minimum padat karya yang nilai alpha/indek tertentunya, 0,2 - 0,5
b. Upah minimum padat modal yang nilai alpha/indek tertentunya, 0,2 - 0,8
4. Bahwa Kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 hanya ada Satu Nilai Upah Minimum berlaku seluruh pekerja/buruh tanpa adanya pengelompokan;
5. Bahwa kenaikan Upah Minimum Tahun 2025, kami mengusulkan dengan mempertimbangkan Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan nilai indeks tertentu (Alfa) Minimal 1.0 serta Prinsip Proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh;
6. Tetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSP/UMSK) yang nilainya Minimal 5% di atas upah minimum provinsi atau kabupaten/kota (UMP/UMK) mulai tahun 2025;
7. Struktur dan Skala Upah harus dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan juga Penetapan Upah Minimum Kab/Kota (UMK), serta mewajibkan Pengusaha untuk menyusun Struktur dan Skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi, sesuai amar putusan MK No. 168/PUU-XXll2023:
8. Meminta kepada pemerintah memberikan keleluasaan kepada Gubernur, Bupati/Walikota untuk berkolaborasi dengan Dewan Pengupahan Daerah dalam Penetapan Upah Minimum,
9. Formula UM 2025 = UM(t) + {(%KHL + %lnflasi + (%PE x α)) x UM(t)}
Untuk UMP
KHL = prosentase selisih nilai KHL provinsi terhadap UMP
Inflasi = inflasi provinsi khususnya inflasi makanan minuman
PE = pertumbuhan ekonomi Provinsi
Alfa (α) = minimal 1,0
Untuk UMK
KHL = prosentase selisih nilai KHL kab/kota terhadap UMK
Lnflasi = lnflasi kab/kota yang tersedia khususnya inflasi makanan minuman, bagi kab/kota yang tidak tersedia data inflasi menggunakan infl asi provinsi
PE = pertumbuhan ekonomi kab/kota
Alfa (α) = minimal 1,0
Apindo (unsur organisasi pengusaha) menyampaikan usulan:
1. Terkait formula UM tetap menggunakan variabel inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu;
2. lnflasi adalah inflasi provinsi;
3. PE adalah pertumbuhan ekonomi provinsi (UMP) dan kabupaten/kota (UMK);
4. lndeks tertentu adalah kontribusi tenaga kerja terhadap PE, sehingga
5. mengusulkan Alfa adalah 0,1 s.d. 0,4; - KHL menggunakan sumber data resmi dari BPS.
Sementara Usulan anggota Dewan Pengupahan unsur akademisi:
- Untuk UMP digunakan UMK terendah;
- lnflasi untuk menghitung UMP adalah inflasi rata-rata YoY per bulan (November tahun sebelumnya sampai dengan Oktober tahun berjalan);
- lnflasi untuk menghitung UMK adalah inflasi rata-rata YoY per bulan (November tahun sebelumnya sampai dengan Oktober tahun berjalan) bagi kab/kota yang tersedia data inflasi. Bagi yang belum tersedia menggunakan inflasi kab/kota sekitarnya;
- PE Provinsi untuk UMP menggunakan angka yang dirilis oleh BPS;
- PE Kab/Kota untuk UMK menggunakan angka yang dirilis oleh BPS (data terakhir);
- Alfa 0,2 s.d. 0,4 digunakan apabila UM = KHL;
- Alfa 1.0 bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) antara 00,1 - 20 %
- Alfa 1.5 bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) antara 20,1 - 30 %
- Alfa 2.0 bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) antara 30,1 - 40 %
- Alta 2.5 bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) lebih dari 40 %.
Apabila tanpa formula kenaikan UM dapat dilakukan secara bertahap:
- UMP 2025 sama dengan KHL bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) antara 00,1 - 5%
- UMP 2025 naik bertahap 3 tahun tiap tahun naik 10% bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) antara 20,1 - 30 %
- UMP 2025 naik bertahap 4 tahun tiap tahun naik 12% bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya anlara 30,1 - 40 %
- UMP 2025 naik bertahap 5 tahun tiap tahun naik 13% bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024,bila pencapaian KHL nya dg UMK 2024, (selisih kurangnya) lebih dari 40%
- Penentuan besaran nilai KHL, menggunakan data yang bersumber dari BPS (dapat dengan penyesuaian pengeluaran perkapita per bulan dengan formulasi tertentu).
Usulan dari ketiga unsur tersebut dimasukkan dalam berita acara dan melalui Pj. Gubernur Jawa Tengah akan diteruskan ke Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia di Jakarta.[Zai]