Jakarta, Fspkep.id | Hak-hak pekerja merupakan fondasi utama dari sistem ketenagakerjaan yang adil dan manusiawi. Dalam dunia kerja modern yang terus berkembang, keberadaan hak-hak ini tidak hanya mencerminkan perlindungan terhadap tenaga kerja, tetapi juga menjadi indikator penting dalam mewujudkan keadilan sosial di tengah dinamika ekonomi global.
Hak-hak tersebut mencakup berbagai aspek yang menyentuh kehidupan pekerja secara menyeluruh, mulai dari perlindungan fisik, jaminan ekonomi, hingga kebebasan untuk berserikat dan menyuarakan pendapat.Secara prinsip, hak-hak pekerja merupakan hak dasar yang melekat pada setiap individu yang menjual tenaga dan pikirannya kepada pemberi kerja.
Dalam konteks internasional, Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) telah menetapkan empat prinsip fundamental sebagai pilar utama hak-hak pekerja, yaitu kebebasan berserikat dan hak untuk berunding bersama, penghapusan kerja paksa, penghapusan diskriminasi dalam pekerjaan, serta penghapusan pekerja anak. Keempat prinsip ini menjadi standar universal yang diadopsi oleh berbagai negara, termasuk Indonesia, dalam merumuskan kebijakan ketenagakerjaan.
Di Indonesia, pengakuan terhadap hak-hak pekerja secara eksplisit tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pada Pasal 27 dan Pasal 28D, yang menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh pekerjaan dan perlakuan yang adil. Ketentuan ini kemudian dituangkan secara lebih rinci dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mengatur berbagai aspek hubungan industrial.
Dalam undang-undang tersebut, pekerja dijamin haknya atas upah yang layak, waktu kerja dan waktu istirahat, perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan sosial, serta hak untuk memperoleh pelatihan dan pengembangan karier. Salah satu hak mendasar yang menjadi perhatian luas adalah hak atas upah yang layak. Upah merupakan kompensasi utama yang diterima pekerja atas jasa yang diberikan.
Negara bertanggung jawab dalam menetapkan kebijakan pengupahan yang adil melalui sistem upah minimum, yang disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak dan produktivitas daerah.
Di samping itu, pekerja juga memiliki hak atas waktu kerja yang manusiawi, termasuk hari libur, cuti tahunan, serta hak atas cuti melahirkan bagi pekerja perempuan. Hak untuk berserikat dan berunding secara kolektif juga menjadi aspek penting dalam memperkuat posisi tawar pekerja terhadap pengusaha.
Serikat pekerja bukan hanya sebagai wadah solidaritas, tetapi juga sebagai sarana demokrasi industrial yang mendorong terciptanya perjanjian kerja bersama yang lebih adil. Kebebasan berserikat ini dijamin oleh undang-undang, dan pelarangan atau pembatasan terhadapnya dapat dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia.
Dalam dunia kerja yang terus berubah akibat perkembangan teknologi dan pola kerja baru seperti gig economy, tantangan perlindungan hak-hak pekerja semakin kompleks. Banyak pekerja kini tidak lagi terikat oleh hubungan kerja konvensional, sehingga berada di luar cakupan perlindungan hukum yang ada. Situasi ini menuntut negara untuk memperluas cakupan perlindungan ketenagakerjaan agar tetap relevan dengan kebutuhan zaman.
Hak-hak pekerja bukan sekadar dokumen hukum, melainkan cerminan dari nilai kemanusiaan yang harus dijaga dan ditegakkan. Perlindungan yang baik terhadap pekerja bukan hanya menciptakan hubungan kerja yang sehat, tetapi juga memperkuat fondasi sosial ekonomi suatu bangsa.
Oleh karena itu, negara, pengusaha, dan masyarakat sipil perlu bekerja sama dalam membangun ekosistem kerja yang adil, aman, dan bermartabat, demi terwujudnya kesejahteraan bersama. (Alf)
Leave a Reply