Buruh Desak Penegakan Hukum Ketenagakerjaan: Di Mana Peran Pengawas dan Mediator Kota Cilegon?

Cilegon, 25 Juni 2025 — Aksi mogok kerja di PT Bungasari Flour Mills Indonesia telah memasuki hari ke-22, menjadikannya salah satu konflik ketenagakerjaan terpanjang dalam sejarah industri Kota Cilegon. Namun, di tengah konflik yang membara, pengawas dan mediator ketenagakerjaan justru dinilai abai dan tidak menjalankan fungsinya.

Sejak awal mogok kerja digelar secara sah, serikat pekerja telah melaporkan sejumlah pelanggaran serius, mulai dari PHK sepihak terhadap peserta aksi, mutasi sepihak pengurus serikat, hingga indikasi kuat tindakan union busting.

Namun, hingga kini tidak ada pemeriksaan dan nota pengawasan yang diterbitkan oleh Disnaker Kota Cilegon sesuai kewenangan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Pasal 137–145 terkait hak mogok kerja yang sah.

“Kami mogok sesuai prosedur, kami sudah lapor Disnaker, tapi justru dipecat, diintimidasi, bahkan tenda aksi dibongkar paksa. Mana peran pengawas? Negara jangan diam saat rakyatnya ditindas di depan mata!” tegas Hendi, Sekretaris PUK SPKEP Bungasari.

Tenda Dibubarkan, Buruh Ditinggalkan

Puncak kekecewaan terjadi saat tenda aksi mogok kerja dibubarkan secara sepihak oleh tekanan manajemen, tanpa perlindungan dari pengawas atau aparat.

Sebagai bentuk protes, buruh mendatangi kantor Pengawasan Ketenagakerjaan Disnaker Kota Cilegon untuk meminta klarifikasi.

Kritik Keras terhadap Negara yang AbsenBuruh menilai bahwa ini bukan lagi sekadar konflik industrial, melainkan cermin kegagalan negara dalam menjamin keadilan industrial.

“Kalau fungsi pengawasan lumpuh, maka tidak ada bedanya buruh di kota industri ini dengan budak. Kami tidak minta lebih, kami hanya minta hukum ditegakkan,” ujar salah satu pengurus serikat.

“Bagaimana bisa pemerintah bicara industrial peace kalau pengawas dan mediator tidak hadir saat hak dasar kami dilanggar?” tambah seorang buruh yang ikut aksi sejak hari pertama.

Buruh Penopang Ekonomi, Bukan Warga Kelas Dua

Serikat pekerja juga mengingatkan bahwa buruh adalah penyumbang utama ekonomi daerah, melalui PPh 21, konsumsi rumah tangga, dan produktivitas industri. Namun ketika hak mereka diinjak, mereka justru diperlakukan seperti warga kelas dua..

“Buruh membayar pajak, buruh bangun ekonomi. Tapi saat hak buruh diinjak, buruh justru ditinggalkan. Jika pengawasan terus lemah, siapa lagi yang akan melindungi buruh?” tegas abah rudi, ketua DPC FSPKEP Kota Cilegon.

Tuntutan Buruh: Tegakkan Hukum, Jangan Biarkan Bungasari Jadi Preseden Nasional!

1. Terbitkan nota pemeriksaan atas dugaan PHK semena-mena dan tindakan union busting.

2. Hentikan semua bentuk intimidasi dan tekanan terhadap peserta mogok kerja sah.

3. Evaluasi total peran mediator yang dianggap tidak netral.

4. Kehadiran aktif negara, bukan sekadar simbolik dalam rapat dan mediasi.Buruh Tidak Akan Mundur.

Meskipun tenda dibongkar dan intimidasi terus berlangsung, aksi mogok kerja tetap di laksanakan bahkan di perpanjang. Buruh mendapat dukungan dari tim hukum gabungan FSPKEP dan LBH Jakarta, serta mulai menyerukan solidaritas nasional lintas federasi.

“Jika Bungasari dibiarkan, ini akan menjadi preseden buruk. Perusahaan lain bisa seenaknya menginjak hak buruh karena negara tidak hadir.” [Red]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *