Satgas PHK Masih Wacana! Di Tengah Gelombang PHK, Pemerintah Diminta Tidak Sekadar Berjanji

Jakarta, fspkep.id │ Janji pembentukan Satuan Tugas Pemutusan Hubungan Kerja (Satgas PHK) kembali digaungkan oleh Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli. Namun hingga saat ini, masyarakat pekerja masih menunggu realisasi konkret dari rencana tersebut. Menaker menyebut Satgas “tinggal menunggu launching”, namun tidak disertai dengan kepastian waktu.

Sikap ini memicu kekecewaan dari kalangan serikat buruh dan masyarakat pekerja yang telah lama menantikan solusi nyata terhadap gelombang PHK yang terus terjadi sejak awal tahun. Data resmi mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Juni 2025, setidaknya 42.385 pekerja terkena PHK naik sekitar 32% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlah tertinggi tercatat pada 20 Mei 2025 dengan 26.455 orang, terutama di wilayah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau.

Adapun per 23 April 2025, jumlah pekerja yang kehilangan pekerjaan tercatat ± 24.036 orang, setara dengan sepertiga dari total angka sepanjang 2024. Meskipun pada bulan Juni 2025 tren ini mulai menurun dengan 1.609 orang terkena PHK, kekhawatiran tetap membayangi karena belum ada langkah konkret dari pemerintah.

“Ucapan ‘tinggal menunggu launching’ seperti ingin menenangkan kegelisahan, tapi tanpa tindakan tegas, itu hanya janji kosong,” kata Yudi, salah satu pengurus Media Federasi Serikat Pekerja KEP. “Sementara ribuan buruh terus kehilangan pekerjaan tiap bulan, kami butuh tindakan, bukan seremoni.”

Satgas PHK sendiri awalnya disebut oleh Presiden Prabowo Subianto saat peringatan Hari Buruh 1 Mei 2025 lalu. Ia menegaskan bahwa negara tidak akan tinggal diam terhadap praktik PHK semena-mena. Namun, satu bulan berlalu, Satgas tersebut belum juga dibentuk secara resmi, dan pekerja masih bertanya-tanya: kapan janji ini diwujudkan?

Presiden KSPI, Said Iqbal, bahkan telah menyodorkan skema konkret agar Satgas ini dibentuk secara kolaboratif, melibatkan unsur pemerintah, pengusaha (APINDO, KADIN), dan serikat pekerja. Namun hingga kini, belum ada kepastian struktur dan fungsinya.

Jika pemerintah benar-benar berpihak pada buruh, semestinya langkah ini diprioritaskan. Sebab Satgas bukan hanya berfungsi reaktif saat terjadi PHK, tetapi juga menjadi instrumen evaluasi kebijakan ekonomi yang berdampak terhadap ketenagakerjaan.

Sebaliknya, lambatnya realisasi Satgas menimbulkan pertanyaan serius: apakah pembentukan Satgas ini hanya alat retorika politik menjelang konsolidasi kekuasaan, ataukah benar-benar dimaksudkan untuk melindungi hak-hak pekerja?

Serikat-serikat buruh pun mendesak Presiden dan Menaker segera menetapkan tim, struktur, dan mandat operasional Satgas PHK, agar dapat bertindak cepat dalam memitigasi dampak sosial dari pemutusan hubungan kerja yang masif.

“Jika negara hadir untuk buruh, buktikan dengan aksi. Bukan hanya kata-kata,” pungkas Yudi.

Baca jua :

Peran Strategis Serikat Pekerja Dalam Menjaga Produktivitas Dan Kondusivitas Dunia Kerja Di Era Globalisasi.

KSPI Gelar Lokakarya Adaptasi Materi Pelatihan untuk Dukung Transisi Ekonomi Hijau

Mediasi di Disnakerind Cilacap, Manajemen PT. DUS tetap tidak Bergeming untuk PHK Karyawannya

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *