Kebijakan Buruh 2025: Upah Naik Tapi Beban Masih Berat
Jakarta, fspkep.id | Pemerintah mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk buruh sepanjang 2025. Mulai dari kenaikan Upah Minimum Nasional (UMN) sebesar 6,5%, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), hingga Bantuan Subsidi Gaji (BSG). Meski terlihat berpihak pada pekerja, banyak serikat buruh menilai langkah ini belum menyelesaikan persoalan mendasar di dunia ketenagakerjaan.
Upah Naik, Tapi Tak Kejar Kenaikan Biaya Hidup
Pemerintah menetapkan rata-rata kenaikan UMN sebesar 6,5% setelah berdialog dengan serikat buruh dan pengusaha. Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga daya beli sekaligus keberlangsungan usaha.
Namun, para buruh menyebut angka tersebut masih belum cukup. Kenaikan harga kebutuhan pokok, transportasi, dan sewa tempat tinggal terus melaju lebih cepat dari kenaikan gaji.
“Kami memang menerima kenaikan, tapi itu tak sebanding dengan beban hidup. Nyatanya, kesejahteraan kami belum berubah,” kata Rudi Hartono, pekerja industri di Bekasi.
JKP Tak Serta Merta Lindungi Korban PHK
Melalui PP Nomor 6 Tahun 2025, pemerintah meluncurkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan. Program ini menjanjikan uang tunai sebesar 60% dari gaji selama maksimal enam bulan bagi pekerja yang terkena PHK.
Sayangnya, program ini masih menyisakan kekhawatiran. Para pekerja mempertanyakan efektivitas sistem verifikasi dan kecepatan pencairan dana. Banyak buruh khawatir hak mereka tak tersalurkan tepat waktu karena prosedur birokratis yang rumit.
BSG Dinilai Tak Inklusif dan Hanya Sementara
Permenaker Nomor 5 Tahun 2025 menetapkan pemberian Bantuan Subsidi Gaji sebesar Rp600 ribu kepada pekerja bergaji rendah yang masih aktif dan terdaftar dalam BPJS Ketenagakerjaan.
Namun, ribuan buruh informal dan kontrak tak tersentuh kebijakan ini. Mereka tetap terpinggirkan dari jangkauan perlindungan pemerintah.
“Kami tidak butuh bantuan satu kali, kami butuh sistem kerja yang manusiawi dan perlindungan menyeluruh,” ujar Linda, buruh lepas di Tangerang.
Tuntutan Buruh Masih Dikesampingkan
Pada peringatan Hari Buruh Internasional 2025, serikat pekerja kembali menyerukan tuntutan lama. Mereka mendesak penghapusan sistem outsourcing, penerapan jam kerja layak, serta jaminan pensiun dan kesehatan yang menyeluruh.
Namun, hingga kini, pemerintah belum memberikan respons konkret atas tuntutan tersebut. Buruh menilai kebijakan yang lahir selama ini lebih bersifat politis ketimbang solutif.
Buruh Masih Mendaki Jalan Terjal
Kebijakan buruh 2025 memang membawa beberapa kemajuan. Namun, sistem ketenagakerjaan Indonesia masih menyimpan banyak masalah struktural. Selama pemerintah hanya mengeluarkan kebijakan tambal sulam tanpa reformasi menyeluruh, kesejahteraan buruh akan tetap menjadi harapan yang terus tertunda.
Leave a Reply