Aturan Pengupahan Sudah Jelas, DPRD Kota Semarang Dukung Perjuangan Buruh

Semarang, Fspkep.id | Sepanjang sejarah, Provinsi Jawa Tengah dikenal memiliki tingkat upah terendah di Indonesia. Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Tengah tercatat paling rendah secara nasional. Bahkan, Kota Semarang sebagai salah satu kota metropolitan masih memiliki upah rendah, sementara Kabupaten Banjarnegara menjadi daerah dengan upah terendah di Indonesia.

Kondisi ini menjadi keprihatinan DPRD Kota Semarang. Menindaklanjuti aspirasi para buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT), Presidium ABJaT Kota Semarang bersama DPRD menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Ruang Paripurna DPRD Kota Semarang pada Senin, 3 November 2025.

Dalam rapat tersebut, perwakilan berbagai federasi serikat pekerja yang tergabung dalam ABJaT memaparkan data, fakta, serta solusi terkait sistem pengupahan di Jawa Tengah.

“Ketika upah naik akan berdampak pada larinya investasi merupakan propaganda klasik yang tak berdasar. Terbukti dari tahun ke tahun, Kota Semarang dengan upah tertinggi di Jawa Tengah justru terus meningkat investasinya. Untuk itu kami meminta dukungan DPRD agar bersama buruh mendorong Wali Kota mengusulkan UMK dan UMSK yang berkeadilan kepada Gubernur Jawa Tengah. Wali Kota harus berani memperjuangkan kesejahteraan rakyatnya. Upah bukan sekadar imbalan kerja, tetapi berdampak pada peningkatan daya beli,”
ujar Zainudin, perwakilan buruh dari FSP KEP yang tergabung dalam KSPI dan ABJaT.

Sementara itu, Sumartono  dari  FSPMI  menegaskan bahwa dasar hukum penetapan upah sudah sangat jelas.

“Tentang UMK dan UMSK sudah jelas ada Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 yang dapat dijadikan pedoman. Kami menolak segala bentuk propaganda dan penolakan terhadap pemberlakuan UMSK di Kota Semarang,” tegasnya.

Ketua DPRD Kota Semarang, Kadar Lusman, menyambut baik aspirasi buruh tersebut dan berjanji akan menindaklanjutinya secara resmi.

“Dengan kewenangannya, DPRD akan menjalankan fungsi pengawasan dan bersama buruh memperjuangkan upah yang layak bagi kemanusiaan pada tahun 2026. Usulan dan konsep pengupahan dari buruh akan kami rekomendasikan kepada Wali Kota,” jelas Kadar Lusman setelah menerima konsep UMK dan UMSK dari ABJaT.

Sejalan dengan itu, perwakilan dari Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) Kota Semarang dan Biro Hukum Setda Kota Semarang menyatakan bahwa Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023 memang mendukung dan merekomendasikan keberadaan UMSK, sehingga putusan tersebut bisa dijadikan dasar penetapan kebijakan.

Menanggapi hal lain, Ketua Komisi D DPRD Kota Semarang, Mualim, menyoroti perwakilan Apindo di Dewan Pengupahan.

“Kami meminta agar Apindo melakukan pembenahan. Anggota Dewan Pengupahan seharusnya pengusaha langsung, bukan dari bagian HRD atau personalia. Dengan begitu, penyelesaian persoalan dapat dilakukan secara objektif,” tegasnya.

Menutup rapat,  Karmanto  dari  FSPIP  menekankan pentingnya transparansi tindak lanjut hasil RDP.

“Kami berharap surat rekomendasi dari DPRD kepada Wali Kota dilampiri dengan konsep yang kami serahkan dan kami juga diberi salinannya. Hal ini penting agar kami dapat mengawal prosesnya. Kami pun telah merencanakan aksi lanjutan ke Balai Kota,” ujarnya.

Selain DPRD Kota Semarang dan Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT), RDP ini juga dihadiri oleh:

  1. Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang
  2. Kepala Dinas Perindustrian Kota Semarang
  3. Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Semarang
  4. Kepala Bagian Hukum Setda Kota Semarang
  5. Kepala BPS Kota Semarang
  6. Kepala BRIDA Kota Semarang

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *