Semarang | Mediafspkep. Provinsi Jawa Tengah problematika upah tak kunjung terselesaikan. Provinsi penyandang upah terendah sepanjang sejarah ini terus bergejolak. Gugatan DPP Apindo Jawa Tengah terhadap SK Gubernur Jawa Tengah No. 561/57 Tahun 2023 tentang Upah Minimum Pada 35 (tiga puluh lima) Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2024 merupakan bukti pengganjalan kenaikan upah. Tindakan apindo tersebut membuat buruh geram sehingga mereka Menyusun kekuatan untuk melakukan perlawanan.
“Gugatan Apindo Jateng terhadap UMK yang naik tidak seberapa itu telah membakar semangat perlawanan kaum buruh Jawa Tengah. Kami telah bersatu bersepakat mendeklarasikan Aliansi Buruh Jawa Tengah yang disingkat dengan ABJaT. Hari ini (24/6) kami bentuk di Kota Semarang dan untuk selanjutnya akan segera terbentuk di seluruh Kabupaten/Kota di seluruh Jawa Tengah. ABJaT terus mengawal jalannya persidangan di PTUN Semarang”, tegas Zainudin salah satu inisiator pembentukan aliansi.
Sementara Aulia Hakim Sekretaris KSPI Jawa Tengah mengungkapkan, PHK massal di Jawa Tengah adalah bentuk nyata kegagalan Omnibus Law. Undang-undang yang sejak awal ditentang buruh tersebut sangat tidak layak untuk diterapkan. Target menciptakan lapangan kerja adalah nol besar justru Jateng yang katanya menjadi tujuan investasi malah banyak terjadi PHK. Pemerintah harus introspeksi.
“Kami sangat mendukung lahirnya Aliansi ABJaT. KSPI akan bersinergi membangun gerakan perlawanan buruh demi terwujudnya kesejahteraan. Tidak ada pembangunan kecuali untuk memajukan kesejahteraan umum, tidak ada politik kecuali untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, karena tidak ada orang miskin kecuali yang dimiskinkan, imbuhnya.
Dalam sistem kapitalisme, upah buruh ditentukan hanya bersandar pada aspek memastikan buruh untuk dapat hadir di lapangan usaha. Sementara hasil produksi dinikmati seluruhnya oleh pengusaha. Belum lagi proses penciptaan nilai lebih yang selama ini dikubur hidup-hidup dengan jam kerja. Inilah yang menjadikan buruh terasing dengan hasil kerjanya. Sebagai warga negara, buruh selain memiliki hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Pokok pondasi dari hak-hak ini merupakan hak azasi manusia yang berlaku universal di seluruh dunia.
Sebagai masyarakat, buruh pun memiliki hak untuk bersosialisasi, berketurunan yang memiliki kualitas, mengembangkan diri dan sebagainya. Sayangnya, hak ini dalam bagian waktu hidupnya diisolir oleh jam kerja untuk [hanya] memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal buruh memiliki 2 (dua) aspek pokok dalam merubah proses sebelumnya menjadi proses sesudahnya atau kerap disebut dengan bahan baku ke barang jadi, yaitu: adanya kemampuan untuk menghadirkan diri di lapangan usaha, dan Proses membuat produk berupa barang, jasa dan/atau perubahannya. [ red ]