Struktur Skala Upah Cacat Keadilan, Negara Abai, Pekerja Jadi Korban

Selasa, 20 Mei 2025

Oleh: Yusron Ali

Jakarta, Fspkep.id | Di tengah gempuran isu peningkatan produktivitas dan efisiensi industri, pekerja kembali menjadi pihak yang paling dikorbankan. Struktur dan skala upah, yang seharusnya menjadi instrumen keadilan di tempat kerja, justru menjelma menjadi formalitas belaka—dan bahkan, alat pembenaran atas ketimpangan yang dilembagakan.

Fakta di lapangan menunjukkan banyak perusahaan menyusun skala upah tanpa parameter objektif. Masa kerja, tanggung jawab, tingkat pendidikan, bahkan risiko kerja diabaikan. Yang dipakai sebagai patokan hanyalah satu angka sakral: upah minimum. Akibatnya, pekerja yang telah mengabdi selama satu dekade, menerima gaji tak jauh berbeda dengan pekerja yang baru masuk kemarin sore.

Ketimpangan ini bukan sekadar soal nominal, melainkan penghinaan terhadap akal sehat. Apa gunanya loyalitas, jika perusahaan tidak memberi penghargaan yang setimpal? Apa makna pengalaman, jika semua disamaratakan di atas kertas yang disebut “struktur upah”?

Lebih dari itu, banyak perusahaan menyusun struktur skala upah secara sepihak. Serikat pekerja dikesampingkan, suara buruh dibungkam, dan proses dialog sosial dijadikan kosmetik belaka. Ini jelas pelanggaran terhadap semangat dan isi Permenaker No. 1 Tahun 2017, namun negara tampak gamang—bahkan abai—menegakkannya.

Pemerintah tak bisa lagi sekadar mengimbau. Pengawasan harus diperkuat, dan sanksi terhadap pelanggar harus nyata, bukan hanya di atas kertas. Jika tidak, maka kita sedang melegitimasi ketimpangan sebagai praktik lazim dalam hubungan industrial.

Kami, dari kalangan serikat pekerja, menuntut: struktur skala upah harus disusun berdasarkan prinsip keadilan substantif, bukan sekadar kepatuhan administratif. Partisipasi pekerja harus dijamin, transparansi menjadi keharusan, dan penghargaan terhadap pengalaman serta kontribusi harus terukur dan konkret.

Sudah saatnya negara berpihak. Jika tidak, maka ia hanya menjadi penonton dalam pertunjukan panjang perampasan martabat buruh di tempat kerja. [Ysr]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *