Jeritan Hati Petani Muba: Mafia Tanah Rampas Lahan Selama 13 Tahun, Negara Diam?

MUBA, SUMSEL —
Pada Rabu, 27 Agustus 2025, sekitar seratus orang petani yang dikomandoi oleh Arianto, SE, Ketua Liper RI Muba, menggelar aksi di kantor Bupati Musi Banyuasin. Dalam orasinya, Arianto menyinggung kembali janji yang pernah diucapkan Bupati M. Toha saat rapat Forkopimda di bulan puasa, yaitu “siap mati demi membela kepentingan rakyat.” Massa menagih janji tersebut dan mendesak pemerintah daerah untuk segera bertindak terhadap PT. GPI ( Guthrie Peconina Indonesia) agar segera mengganti rugi lahan masyarakat.
Setelah dari kantor bupati, massa melanjutkan aksi mereka ke kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Muba. Di sana, mereka diterima oleh Kasubsi Intelijen Muba, Heriyanto, MH. Heriyanto mengapresiasi aksi damai tersebut dan memberikan respons yang melegakan. Ia menyatakan bahwa oknum-oknum yang dilaporkan akan segera ditindaklanjuti sesuai dengan hukum yang berlaku.

Petani di Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, merasa terombang-ambing dalam ketidakpastian hukum. Selama 13 tahun, mereka hidup dalam bayang-bayang dugaan mafia tanah yang merampas hak atas lahan mereka. Sebuah kelompok masyarakat, yang mengklaim mewakili petani, menyuarakan jeritan hati mereka dalam surat terbuka kepada berbagai lembaga penegak hukum dan negara.

Kasus ini bermula dari surat pengaduan bernomor 02/GPMPOK/PD-MBI/VIII/2025 yang membeberkan dugaan praktik mafia tanah yang dilakukan oleh oknum perusahaan dan oknum pemerintah. Modus operandinya, para petani yang sudah memiliki Surat Pengakuan Hak (SPH) atas lahan perkebunan, tidak pernah menerima hasil panen yang dijanjikan. Hasil kebun mereka justru diduga dinikmati oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Surat tersebut mencantumkan nama-nama individu yang dituduh terlibat, termasuk oknum-oknum yang disebut-sebut memiliki lahan hingga ratusan hektar. Pihak pelapor mendesak penegak hukum, termasuk Kejaksaan Agung, Komisi Kejaksaan, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, untuk segera mengusut tuntas kasus ini dan menghukum para pelaku seberat-beratnya.

Aksi massa dan janji dari pihak Kejari Muba membawa secercah harapan bagi petani. Namun, mereka tetap menanti bukti nyata dari komitmen tersebut. Kasus ini menjadi cermin betapa rentannya masyarakat kecil di hadapan kekuatan korporasi dan oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab. Pertanyaan besar yang masih menggantung: “Apakah negara akan terus membiarkan mafia tanah merajalela, ataukah akan berdiri di sisi rakyat kecil?”
(Bman)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *