Semarang, Fspkep.id | Peringatan Hari Buruh Internasioanal (May Day) bukan sekadar seremonial tahunan tetapi momentum untuk mengingatkan bahwa hak-hak buruh adalah pondasi dari kemajuan bangsa.
Dalam sejarahnya May Day dipenuhi darah dan air mata buruh. Bahkan nyawa pun turut dikorbankan. Di Chicago, Amerika Serikat, pada 1 Mei 1886, buruh melakukan aksi besar-besaran disertai mogok massal menuntut jam kerja dari 16 jam sehari 8 jam sehari.
Aksi ini memuncak dalam insiden Haymarket pada 4 Mei, di mana terjadi bentrokan antara demonstran dan polisi, menyebabkan banyak korban jiwa dan luka-luka. Maka Lebih tepatnya May Day merupakan Hari Perlawanan Buruh. Peringatan dengan kegiatan yang sifatnya hura-hura merupakan pembelokan atas makna May Day.

May Day diperingati di seluruh dunia. Di Indonesia, May Day diperingati sejak era kolonial, dan pada Tahun 1948, dan 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh Nasional oleh Presiden Soekarno. Namun pada masa Orde Baru Presiden Suharto menghentikan peringatan May Day. Peringatan Hari Buruh dilaksanakan kembali pada Tahun 2013 yaitu di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kebijakan ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2013.
Pada Tahun 2025 ini media mengekspos besar-besaran tentang peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) di Jawa Tengah tepatnya di Jl. Pahlawan, Kota Semarang. Hal tersebut dikarenakan adanya vandalisme yang dilakukan oleh oknum tertentu.
May Day di Jawa Tengah diperingati dengan aksi massa dari berbagai kelompok buruh dan elemen lain dari masyarakat. Mereka mengangkat isu-isu perburuhan di Jawa Tengah dan isu nasional. Diantara isu yang diangkat oleh buruh dan elemen selain buruh ada yang sama dan ada yang berbeda namun sama-sama menuntut kepada Pemerintah. Sehingga menjadikan peringatan tidak bersamaan dalam satu aksi.
Pada aksi tersebut Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) mengangkat 9 isu yaitu:
1. Tolak Sistem Kerja Outsourcing.
2. Stop PHK Sepihak dan segera bentuk Satgas PHK.
3. Lindungi Pekerja dengan Mengesahkan UU Ketenagakerjaan yang Baru, sesuai dengan Amanat Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023.
4. Sahkan RUU PPRT
5. Berantas Korupsi dengan Mengesahkan RUU Perampasan Aset.
6. Tolak Kriminalisasi Aktivis Buruh.
7. Tolak Revisi SK UMSK Kabupaten Jepara Tahun 2025.
8. Terapkan UMSK di Seluruh Kabupaten/Kota di Jawa Tengah.
9. Perkuat dan Optimalkan Desk Ketenagakerjaan.

Selain ABJaT juga ada aksi massa yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh yang lain dan kesemuanya berjalan aman, tertib dan kondusif. Bahkan perwakilan dari ABJaT sempat diterima oleh Gubernur Jawa Tengah di ruang kerjanya. Terhadap isu yang disampaikan, Ahmad Luthfi yang pada hari itu telah meresmikan Koperasi Buruh, Day Care dan transportasi Trans Jateng Rp. 1.000,-/orang untuk buruh, lansia dan pelajar menegaskan akan segera menindaklanjutinya.
Namun aksi yang dilakukan oleh elemen lain di depan kantor Gubernur Jawa Tengah terdiri dari mahasiswa beserta kelompok masyarakat lainnya pada awalnya berjalan lancar tetapi menjelang sore sekitar jam 15:00 WIB terjadi kericuhan. Antara aparat dan peserta aksi saling dorong. Bahkan ada lemparan batu, besi dan benda keras lainnya.
Sebagian massa aksi ini berusaha masuk ke barisan massa aksi dari buruh (ABJaT) yang juga sedang melakukan aksi di depan kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah persis di sebelahnya. Akan tetapi massa ABJaT telah melakukan antisipasi dengan membuat barisan Satgas internal yang memisahkan massa buruh dengan massa aksi elemen lain sehingga upaya tersebut tidak berhasil.
Melihat kericuhan yang semakin tidak terkendali, Luqmanul Hakim Korlap massa buruh setelah berdiskusi dengan Presidium ABJaT hendak membubarkan massa namun massa aksi elemen selain buruh yang tadinya hanya di depan Gubernuran justru menyebar sampai mengelilingi massa buruh. Sesekali massa ini melakukan lemparan benda-benda yang ada disekitarnya ke arah buruh. Gas air mata dari apparat tidak dihiraukan.
Kericuhan berubah menjadi kerusuhan tak terkendali sehingga aparat kepolisian mengarahkan massa buruh beserta mobil komandonya ke tempat yang lebih aman di halaman kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah untuk selanjutnya membubarkan diri secara bertahap. Sementara kepolisian mendorong massa aksi yang rusuh sampai ke area kampus Universitas Diponegoro (Undip). Kemudian ada setidaknya 14 orang yang dimintai keterangan dan akhirnya 6 di tahan.
Paska aksi tersebut banyak media massa yang memberitakan bahwa aksi buruh dalam peringatan May Day di Semarang rusuh. Hal ini tidak sesuai kejadian sebenarnya di lapangan dan secara tidak langsung telah menggiring opini masyarakat bahwa aksi/demo buruh rusuh dan mengganggu masyarakat umum.
Untuk mengklarifikasi kejadian di Jl. Pahlawan tersebut ABJaT yang aliansi ini terdiri dari beberapa serikat pekerja/serikat buruh antara lain FSPMI, FSP KEP KSPI, Farkes Reformasi, FSPIP, FSP ASPEK Indonesia dan SB SEMAR Grobogan melakukan konferensi pers dengan menyatakan sebagai berikut:
1. Kerusuhan yang terjadi pada peringatan May Day Tahun 2025 di Jl. Pahlawan, Kota Semarang, Jawa Tengah bukan dilakukan oleh ABJaT maupun buruh lainnya.
2. Menyayangkan pihak tertentu yang diduga sengaja membuat kerusuhan sehingga dapat mencederai makna May Day.
3. Menyayangkan pemberitaan bahwa kerusuhan dilakukan oleh buruh. Karena hal ini dapat berdampak pada masyarakat yang menilai bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh buruh tidak aman.
4. Menyayangkan pihak-pihak tertentu yang menghembuskan isu anti Partai Buruh. Padahal Partai Buruh sudah banyak memperjuangkan kepentingan buruh termasuk dicabutnya kluster ketenagakerjaan dari Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja melalui Putusan MK Nomor 168/PUU-XXI/2023.
5. Tuntutan yang disampaikan elemen lain sebagian sama dengan yang diangkat oleh buruh dan buruh mendukungnya. Sedangkan terhadap isu yang tidak ada pada tuntutan buruh, itu mereka abaikan. Ada juga yang tidak sesuai dengan kepentingan buruh, itulah kenapa mereka memilih untuk tidak dalam satu barisan aksi.
Buruh dalam perjuangannya tidak lepas dari aksi massa dikarenakan kebijakan pemerintah seringkali tidak memperhatikan kepentingannya bahkan tidak jarang justru redulasi yang dibuat semakin merugikan. Padahal buruh adalah pembayar pajak aktif kepada negara. Namun aksi-aksi buruh tetap menjunjung tinggi tata aturan dan etika serta tetap menjaga kepentingan masyarakat.[Znd]
Leave a Reply