Dilema Serikat Pekerja dan Perusahaan Mencari Titik Temu di Tengah Tekanan Ekonomi

‎Oleh: [Yusron/SP Kep Cilegon]‎

Cilegon, 04 Mei 2025‎‎ fspkep.id Di tengah ketidakpastian ekonomi dan tekanan global terhadap dunia industri, hubungan antara serikat pekerja dan perusahaan kian kompleks. Serikat pekerja, yang pada hakikatnya dibentuk untuk melindungi hak dan martabat buruh, kini kerap dihadapkan pada dilema besar. Bagaimana memperjuangkan hak anggota tanpa memicu konflik berkepanjangan yang bisa berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK) masal, kriminalisasi, atau bahkan pembubaran serikat?‎‎

Serikat Pekerja di Persimpangan‎ Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan per 30 Desember 2024, jumlah pekerja atau buruh di Indonesia mencapai 4.208.338 orang yang tergabung dalam serikat pekerja atau serikat buruh (SP/SB). Namun, angka ini hanya mencakup sekitar 2,96% dari total penduduk bekerja di Indonesia, yang pada Agustus 2024 mencapai 144,64 juta orang. ‎Serikat pekerja sering diposisikan sebagai “pengganggu stabilitas” oleh sebagian kalangan pengusaha.

Tuntutan akan kenaikan upah, status kerja tetap, penghapusan outsourcing, dan kondisi kerja yang layak kerap dianggap sebagai ancaman terhadap efisiensi dan kelangsungan usaha.‎‎Namun di sisi lain, bila serikat diam, maka fungsinya akan tumpul. Anggota akan kehilangan kepercayaan, dan perusahaan bisa dengan leluasa menekan hak-hak normatif buruh.‎‎Dilema muncul ketika ruang dialog ditutup oleh perusahaan atau bahkan dibungkam secara sistematis melalui union busting-upaya pemberangusan serikat pekerja dengan berbagai cara, baik secara langsung maupun halus.

‎‎Perusahan Juga Hadapi Tekanan‎Tidak bisa dimungkiri, dunia usaha pun menghadapi tantangan besar dari kenaikan biaya bahan baku, ketatnya persaingan global, hingga ketidakpastian pasar. Beberapa perusahaan menganggap bahwa fleksibilitas kerja dan efisiensi tenaga kerja (melalui outsourcing dan kontrak jangka pendek) adalah kunci untuk bertahan.‎‎

Namun pertanyaannya: apakah efisiensi harus selalu dibayar dengan hak dan kepastian hidup pekerja?‎‎

Menuju Hubungan Industrial yang Seimbang‎ Dilema ini sebenarnya bisa dijembatani jika kedua pihak serikat pekerja dan manajemen bersedia membangun kemitraan strategis berdasarkan prinsip keadilan dan keterbukaan. Serikat tidak menuntut tanpa data, dan perusahaan tidak menutup diri dari negosiasi.‎‎Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi,Pertambangan, minyak dan Gas (FSP KEP), sebagai salah satu federasi serikat pekerja di sektor strategis, telah mendorong model hubungan industrial partisipatif. Di beberapa perusahaan, ini telah berhasil menurunkan tensi konflik dan menciptakan kesepakatan bersama yang adil.‎‎ Namun, untuk mencapainya dibutuhkan keberanian, kemauan dialog, dan yang paling penting: perlindungan hukum yang kuat terhadap eksistensi serikat pekerja.‎‎

Kesimpulan‎

Dilema antara serikat pekerja dan perusahaan bukan soal siapa yang menang atau kalah. Ini tentang mencari titik temu agar industri bisa tumbuh, dan buruh bisa hidup layak. Negara dalam hal ini pemerintah dan penegak hukum harus hadir sebagai wasit yang adil, bukan sekadar penonton.‎‎Karena jika buruh terus ditekan, dan serikat terus dibungkam, maka konflik sosial hanyalah soal waktu.‎‎‎

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *