‎Sinyal Ancaman Kualitas Kerja di Indonesia‎‎

‎Jakarta, fspkep.id | Badan Pusat Statistik (BPS) kembali merilis data ketenagakerjaan nasional per Februari 2025. Dalam rilis resminya, tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat sebesar 4,76 persen, turun 0,06 persen poin dibandingkan Februari 2024. Meski penurunan TPT ini terdengar positif, data yang tersaji menyimpan ironi dalam struktur ketenagakerjaan Indonesia. kualitas pekerjaan justru menunjukkan gejala memburuk.

‎‎Sebanyak 96,48 juta orang tercatat sebagai pekerja penuh (≥ 35 jam per minggu), menurun 0,3 juta orang dari tahun sebelumnya. Sebaliknya, jumlah pekerja tidak penuh terdiri dari setengah penganggur dan pekerja paruh waktu, naik hingga mencapai 49,29 juta jiwa, atau 33,81 persen dari total pekerja. Artinya, hampir sepertiga angkatan kerja Indonesia terjebak dalam pekerjaan dengan jam kerja rendah, yang kerap berarti pendapatan tidak layak dan tanpa perlindungan kerja yang memadai.‎‎

Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran bukan ke arah perluasan kesempatan kerja yang layak, melainkan ke arah prekarisasi kerja. Di tengah narasi pemerintah soal pemulihan ekonomi, angka pekerja paruh waktu yang konsisten tinggi justru mengindikasikan rapuhnya fondasi pasar tenaga kerja nasional.‎‎

Bahkan jika dilihat lebih lanjut, grafik tren proporsi pekerja penuh sejak Februari 2023 menunjukkan ketidakstabilan. Sempat naik hingga 68,92 persen pada Agustus 2023, proporsinya kembali turun menjadi 66,19 persen pada Februari 2025. Ini menandakan bahwa peningkatan kualitas pekerjaan tidak berkelanjutan, dan bisa jadi sekadar efek musiman atau kebijakan jangka pendek.‎‎

Pertanyaan krusialnya: apakah turunnya TPT benar-benar mencerminkan membaiknya kesejahteraan pekerja, atau justru menutupi kenyataan bahwa banyak pekerja terserap dalam sektor informal, upah rendah, dan minim jaminan sosial?‎‎

Baca juga:

Tingkat Pengangguran di Indonesia

Kondisi Buruh saat ini

Pemerintah perlu berhenti berpuas diri dengan angka pengangguran yang menurun dan mulai berfokus pada penciptaan pekerjaan yang bermartabat. Tanpa perbaikan kualitas kerja dan perlindungan bagi pekerja tidak tetap, angka-angka ini hanya menjadi statistik semu dan rakyat tetap menjadi korban dari kebijakan setengah hati.‎‎‎‎‎ [Yudi]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *