Aksi Topo Pepe Buruh Kota Semarang Menuntut Wali Kota Tetapkan UMK dan UMSK

Semarang, Fspkep.id I “Kota ini dibangun dengan keringat buruh.” Kalimat ini menjadi dasar semangat kaum buruh Kota Semarang dalam menyuarakan perlawanan terhadap kebijakan Wali Kota Semarang yang dinilai masih abai terhadap nasib buruh.

Buruh juga adalah rakyat Kota Semarang. Namun hingga kini, belum tampak adanya kebijakan positif dari Wali Kota yang berpihak kepada mereka. Justru yang masih membekas di benak para buruh adalah tindakan Wali Kota yang melarang aksi peringatan Hari Buruh Internasional pada 1 Mei 2025 lalu.

Sebagai salah satu kota metropolitan di Indonesia, Semarang justru tercatat memiliki upah paling rendah dibandingkan kota-kota metropolitan lainnya. Hal ini menjadi catatan buruk bagi Pemerintah Kota Semarang.

Poverty is not eternity” atau “Kemiskinan bukanlah keabadian”, menjadi semboyan perjuangan buruh yang menegaskan bahwa kemiskinan bukanlah sesuatu yang tetap. Kondisi ini dapat berubah jika ada keberanian dan kebijakan yang berpihak kepada kesejahteraan rakyat pekerja. Oleh karena itu, buruh menuntut Wali Kota Semarang untuk melakukan terobosan kebijakan di bidang perburuhan.

Selain itu, para buruh juga mengecam keras tindakan pemerintah pusat yang kerap mengancam kepala daerah dalam penetapan upah. Ancaman sanksi dari Menteri Dalam Negeri kepada kepala daerah yang berupaya menetapkan upah layak dinilai bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan harus segera dihentikan.

Sebagai bentuk keprihatinan dan desakan moral, Ahmad Zainudin, pegiat buruh Kota Semarang dari FSP KEP, didampingi KSPI dan Aliansi ABJaT, menggelar aksi Topo Pepe pada Kamis–Jumat, 6–7 November 2025, di Jalan Pemuda, tepat di depan Kantor Wali Kota Semarang.

Tuntutan utama dalam aksi ini adalah agar UMK dan UMSK Tahun 2026 ditetapkan dengan besaran yang mampu memenuhi kebutuhan hidup layak bagi kemanusiaan.[Slamet]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *