Cikarang, Fspkep.id |Generasi Z, kelompok pekerja berusia 18–27 tahun yang kini masuk ke dunia kerja dalam jumlah signifikan, semakin berani menyuarakan beragam persoalan yang mereka hadapi di lingkungan kerja modern. Dengan karakter kritis, adaptif terhadap teknologi, serta ekspektasi kerja yang progresif, kelompok ini menghadirkan dinamika baru dalam lanskap ketenagakerjaan Indonesia.
Tuntutan Work-Life Balance dan Perhatian pada Kesehatan Mental
Panji, pekerja berusia 27 tahun, mengungkapkan kepada Fspkep.id bahwa salah satu isu utama bagi Gen Z adalah pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi (work-life balance). Banyak dari mereka mengeluhkan jam kerja panjang, target tidak realistis, serta budaya “harus selalu tersedia” akibat digitalisasi.
“Bukan hanya soal gaji, tapi bagaimana perusahaan menghargai ruang pribadi dan kondisi psikologis karyawan,” ujar Panji.
Ia menegaskan bahwa produktivitas tidak dapat dipisahkan dari kesehatan mental yang terjaga.
Transparansi dan Lingkungan Kerja Inklusif
Panji juga menyoroti pentingnya transparansi dalam pengelolaan perusahaan, mulai dari kejelasan jenjang karier, objektivitas evaluasi kinerja, hingga komunikasi internal yang terbuka. Menurutnya, pola komunikasi top-down sudah tidak relevan di era kerja modern.
Gen Z juga menekankan kebutuhan akan lingkungan kerja yang inklusif, bebas diskriminasi, dan memberi ruang bagi kreativitas. Budaya kerja yang menghargai keberagaman diyakini dapat memperkuat kolaborasi dan inovasi.
Pelatihan Digital dan Tantangan Transformasi Teknologi
Pesatnya transformasi digital membuat Gen Z menuntut perusahaan lebih serius menyediakan pelatihan keterampilan digital. Mereka menilai banyak institusi kerja mendorong digitalisasi tanpa diimbangi dukungan peningkatan kapasitas pekerja.
Digitalisasi memang meningkatkan efisiensi, namun dapat memperberat beban kerja jika tidak diikuti sistem yang terstruktur. Karena itu, Gen Z meminta perusahaan menjalankan transformasi digital secara bertahap, terencana, dan tetap berorientasi pada kemanusiaan.
Kritik atas Sistem Kontrak dan Ketidakpastian Kerja
Sistem kontrak jangka pendek, outsourcing, dan model kerja gig economy juga menjadi sorotan Gen Z. Banyak pekerja muda merasa kesulitan membangun stabilitas hidup karena minimnya jaminan pekerjaan. Mereka menilai perlunya revisi kebijakan ketenagakerjaan yang memberikan lebih banyak perlindungan bagi pekerja kontrak dan pekerja digital.
Menurut mereka, hubungan industrial harus lebih modern, tetapi tetap memberikan kepastian dan perlindungan yang memadai bagi pekerja pemula.
Momentum Perubahan bagi Dunia Kerja Indonesia
Meski kerap dianggap “terlalu idealis”, banyak pihak melihat Gen Z sebagai kekuatan positif yang dapat mendorong dunia kerja Indonesia menjadi lebih adil, adaptif, dan berkelanjutan. Dengan jumlah yang terus meningkat di pasar kerja, aspirasi mereka diprediksi akan semakin memengaruhi arah kebijakan ketenagakerjaan di masa mendatang.[uje]






















Leave a Reply