Jakarta, Fspkep.id | Anggota Dewan Pengupahan Nasional, Zainudin Agung, memberikan penjelasan melalui link zoom ( 5/11/2025) terkait proses penetapan upah tahun 2026 yang saat ini tengah dibahas pemerintah. Dalam keterangannya, Zainudin Agung mengungkapkan bahwa Dewan Ekonomi Nasional yang dibentuk dan dipimpin langsung oleh Presiden turut terlibat dalam pembahasan kebijakan pengupahan nasional.
Rapat pleno Dewan Ekonomi Nasional bersama Badan Pusat Statistik (BPS) telah dilaksanakan pada 29 September 2025, di mana dilakukan presentasi kajian yang juga melibatkan kalangan akademisi dan lembaga riset tenaga kerja. Namun, hingga 25 September 2025, pembahasan terkait Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) belum dimulai.
Menurut Zainudin, pembahasan baru mengerucut setelah rapat tanggal 27 Oktober 2025, ketika pemerintah mengumumkan akan menerbitkan RPP pengganti PP 36 dan PP 51 tentang pengupahan.
“Awalnya kami menilai pemerintah tidak akan sempat mengeluarkan RPP karena waktunya sangat dekat. Namun ternyata dalam hitungan minggu, pemerintah berinisiatif menerbitkan rancangan tersebut,” ujar Zainudin.
Draf RPP Pengupahan baru diterima Dewan Pengupahan Nasional pada 3 November 2025, dan langsung dibahas secara intensif hingga dini hari. RPP ini terdiri dari tujuh pokok kebijakan utama, yakni:
- Kebijakan pengupahan
- Struktur dan skala upah
- Upah pada sektor tertentu
- Ketentuan perundangan terkait pengupahan
- Mekanisme penetapan upah minimum
- Wewenang dewan pengupahan di tingkat kota, kabupaten, provinsi, dan nasional
- Hak pekerja pada perusahaan yang mengalami pailit
Zainudin menjelaskan bahwa variabel penentuan upah tahun 2026 tetap mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi, yaitu mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Perdebatan terbesar saat ini terjadi pada variabel indeks tertentu, yang mencakup kepentingan pemerintah, pengusaha, dan pekerja.
“Indeks tertentu menjadi faktor paling krusial karena berkaitan dengan kontribusi tenaga kerja dan kebutuhan hidup layak (KHL). Unsur Pekerja mengusulkan rentang nilai indeks dari 0.9 hingga 1,0 Unsur Pengusaha mengusulkan 0,1 hingga 0,5 sedangkan Pemerintah kini membuka rentang nilai indeks dari 0,2 hingga 0,7, lebih lebar dibanding PP 36 dan PP 51 sebelumnya,” jelasnya.
Ia menambahkan, penentuan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) juga masih menjadi sorotan, terutama karena Permenaker No.18 Tahun 2020 dianggap sudah tidak relevan untuk kondisi saat ini. Oleh sebab itu, Zainudin mendorong agar dewan pengupahan daerah melakukan survei KHL terbaru agar hasilnya lebih representatif.
RPP Pengupahan 2026 ini dijadwalkan akan melalui tahap konsultasi publik dan harmonisasi antar kementerian pada pertengahan Desember 2025 sebelum ditetapkan secara resmi.
“Kita berharap proses ini transparan dan melibatkan semua pihak, agar kebijakan upah tahun 2026 benar-benar adil bagi pekerja, pengusaha, dan pemerintah,” tutup Zainudin.
[ Redaksi | Fspkep.id]






















Leave a Reply