Ahmad Luthfi Terima Konsep Pengupahan dari ABJAT

Semarang, Fspkep.id I Ahmad Luthfi Gubernur Jawa Tengah yang dianggap sebagai Bapak Buruh Jawa Tengah oleh kaum buruh menyerap aspirasi terkait upah. Setelah sehari sebelumnya serap aspirasi dia lakukan dengan LKS Tripartit, Dewan Pengupahan beserta stakeholder Jawa Tengah hari ini Rabu, 29 Oktober 2025 mengundang Konfederasi, Aliansi dan Federasi serikat pekerja/buruh yang ada di Provinsi Jawa Tengah.

Acara yang diadakan di ruang Rimbo Bujang Disnakertrans Provinsi Jawa Tengah tersebut berlangsung serius. Gubernur menyampaikan bahwa SK UMK/UMSK harus dilaksanakan oleh semua perusahaan di Jawa Tengah.

Ahmad Zainudin Ketua DPD FSPKEP Jawa Tengah

“Sampai saat ini banyak investor yang masuk ke Provinsi Jawa Tengah, saya tegaskan bahwa mereka juga harus tunduk pada aturan yang ada termasuk pemberian upah. Dalam penetapannya sudah mempertimbangkan banyak hal dan data yang dipergunakan berasal dari lembaga resmi pemerintah yaitu Badan Pusat Statistik. Usulan UMK dan UMSK yang saya tetapkan juga berasal dari usulan Bupati dan Wali Kota”, jelasnya.

“Berkaitan dengan aspirasi dari kawan-kawan buruh, saya siap kapanpun menerimanya. Gak usah pakai demo-demo, hubungi saya ayo kita bicara”, imbuhnya.

Gubernur didampingi Ahmad Aziz selaku Kepala Disnaker Provinsi Jawa Tengah. Selemen buruh diberikan kesempatan untuk menyampaikan aspirasi. Dalam kesempatan tersebut Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) menyampaikan masukan guna mensikapi upah di Jawa Tengah yang masih sangat rendah. ABJaT juga menyerahkan konsep pengupahan Tahun 2026 yang diharapkan menjasi pertimbangan.

Aulia Hakim dari ABJaT menyampaikan, “Upah buruh Jawa Tengah masih terendah sepanjang sejarah dan menjadi palung diantara daerah lainnya. Disamping itu berdasarkan data Kemnaker Jawa Tengah baru mencapai 72% dari KHL. Untuk itu Pak Gub kami harapkan dapat melakukan terobosan agar daya beli bisa meningkat sehingga hasil produksi dapat terserap dan berdampak meningkatnya perekonomian Jawa Tengah meningkat serta menurunnya angka kemiskinan”.

Berkaitan dengan demo buruh, Zainudin perwakilan dari FSP KEP menegaskan, “Bahwa buruh demo itu sebuah keterpaksaan akibat dari kepala daerah sering tidak memperhatikan terhadap kondisi buruh. Contoh saja selama 10 tahun Balai Kota Semarang tidak pernah di demo karena ada keterbukaan dan Wali Kota terdahulu sangat respons terhadap masukan-masukan buruh. Namun berbeda dengan Wali Kota sekarang, sehingga kami mohon maaf jikalau aksi demo kami laksanakan”. [Slamet]

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *